MUQODIMAH

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، ومن سيئآت أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدي Assalamu'alaikum, Marhaban Ya Ikhwan ..... Antum Saat Ini Sedang Mengunjungi Blog Pribadinya Abu Abdurrahman Al-Bantani. Untuk Komentar ... Saran ... Kritik ... Serta Informasi Kajian Di Tempat Antum Semua Silahkan Kirim Ke (muhammad.irfan09@gmail.com) Semoga Allah Memberikan Kebaikan Kepada Antum Dan Kami ... Barakallahu Fiekum.

Kamis, 18 November 2010

METODE SALAF DALAM MENERIMA ILMU


"Syaikh Abdul Adhim Badawi"

(Sum ber : http://www.almanhaj.or.id/)

وَما كانَ لِمُؤمِنٍ وَلا مُؤمِنَةٍ إِذا قَضَى اللَّهُ وَرَسولُهُ أَمرًا أَن يَكونَ لَهُمُ الخِيَرَةُ مِن أَمرِهِم ۗ وَمَن يَعصِ اللَّهَ وَرَسولَهُ فَقَد ضَلَّ ضَلٰلًا مُبينًا

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi per em puan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) ten tang urusan mereka. Dan barang siapa men dur hakai Allah dan Rasul Nya maka sung guh lah dia telah sesat, sesat yang nyata” [Al-Ahzab : 36]

Dari fenomena yang tam pak pada saat ini, (kita menyak sikan) khutbah-khutbah, nasehat-nasehat, pelajaran-pelajaran banyak sekali, melebihi pada zaman para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tabi’in (orang-orang yang ber guru kepada para sahabat) serta tabiut tabiin (orang-orang yang ber guru kepada tabi’in). Namun ber samaan itu pula, amal per­buatan sedikit. Sering kali kita men dengarkan (per in tah Allah dan Rasul Nya) namun, sering juga kita tidak melihat ketaatan, dan sering kali kita meng etahuinya, namun sering kali juga kita tidak mengamalkan.

Inilah per bedaan antara kita dan sahabat-sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tabiin dan tabiut tabiin yang mereka itu hidup pada masa yang mulia. Sung guh pada masa mereka nasehat-nasehat, khutbah-khutbah dan pelajaran-pelajaran sedikit, hingga ber kata salah seorang sahabat.

” Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tat kala mem berikan nasehat men cari keadaan dimana kita giat, lan taran khawatir kita bosan” [Mut tafaqun Alaihi]

Di zaman para sahabat dahulu sedikit per kataan tetapi banyak per buatan, mereka meng etahui bahwa apa yang mereka dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wajib diamalkan, seba gaimana keadaan ten tara yang wajib melak­sanakan komando atasan nya di medan per tem puran, dan kalau tidak dilak sanakan kekalahan serta kehinaanlah yang akan dialami.

Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu, menerima wahyu Allah ‘Azza wa Jalla dengan per an taraan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sikap men dengar, taat serta cepat meng amalkan. Tidaklah mereka ter­lam bat sedikitpun dalam meng amalkan per in tah dan larangan yang mereka dengar, dan juga tidak ter lam bat meng­amalkan ilmu yang mereka pelajari dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Inilah con toh yang menerangkan bagaimana keadaan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tat kala men dapatkan wahyu dari Allah ‘Azza wa Jalla. Para ahli tafsir menyebutkan ten tang sebab turun nya ayat dalam surat Al-Ahzab ayat 36 ini (dengan ber ba gai macam sebab) , saya merasa perlu untuk menukil nya, inilah sebab turun nya ayat itu :

Para ahli tafsir meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meng inginkan untuk meng han curkan adanya perbedaan-perbedaan ting katan (kasta) di antara manusia, dan melenyapkan peng halang antara fuqara (orang-orang fakir) dan orang-orang kaya. Dan juga antara orang-orang yang merdeka (yaitu bukan budak dan bukan pula keturunan nya), dengan orang-orang yang (men dapatkan nik mat Allah ‘Azza wa Jalla) men jadi orang merdeka sesudah dulunya men jadi budak.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin menerangkan kepada manusia bahwa mereka semua seperti gigi yang ter­susun, tidak ada keutamaan bagi orang Arab ter hadap selain orang Arab, dan tidak ada keutamaan atas orang yang ber­kulit putih ter hadap yang ber kulit hitam kecuali ketaqwaan (yang mem bedakan antara mereka). Seba gaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla.

يٰأَيُّهَا النّاسُ إِنّا خَلَقنٰكُم مِن ذَكَرٍ وَأُنثىٰ وَجَعَلنٰكُم شُعوبًا وَقَبائِلَ لِتَعارَفوا ۚ إِنَّ أَكرَمَكُم عِندَ اللَّهِ أَتقىٰكُم ۚ إِنَّ اللَّهَ عَليمٌ خَبيرٌ

” Hai manusia, sesung guh nya Kami men cip takan kamu dari seorang laki-laki dan seorang per em puan dan men jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal meng enal. Sesung guh nya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling ber takwa dian tara kamu. Sesung guh nya Allah Maha Meng etahui lagi Maha Meng enal” [Al-Hujurat : 13]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menanamkan dalam hati manusia mabda’ (pon dasi) ini. Dan barang kali, dalam keadaan seperti ini, per kataan sedikit faedah dan pengaruh nya, yang demikian itu disebabkan karena fitrah manusia ingin menon jol dan cinta popularitas. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ber pen dapat untuk menanamkan pon dasi ini dalam jiwa-jiwa manusia dalam ben tuk amal per buatan (yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wujudkan) dalam ling kungan keluarga serta kerabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini dikarenakan amal per buatan lebih banyak mem beri kesan dan pengaruh yang men dalam dalam hati manusia, dari hanya sekedar ber bicara semata.

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi kepada Zainab binti Jahsiy anak per em puan bibi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (kakek Zainab dan kakek Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sama yaitu Abdul Mut thalib seorang tokoh Quraisy) untuk meminang nya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin meng awin kan nya dengan budak beliau Zaid bin Haritsah yang telah diberi nik mat Allah men jadi orang merdeka (lan taran dibebaskan dari budak). Lalu tat kala beliau menyebutkan bahwa beliau akan menikahkan Zaid bin Haritsah dengan Zainab binti jahsiy, ber katalah Zainab binti Jahsiy : “Saya tidak mau menikah dengan nya”. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam men jawab : “Eng kau harus menikah dengan nya”. Dijawab oleh Zainab : “Tidak, demi Allah, selamanya saya tidak akan menikahinya”.

Ketika ber lang sung dialog antara Zainab dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Zainab men debat dan mem ban tah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian turunlah wahyu yang memutuskan per kara itu :

وَما كانَ لِمُؤمِنٍ وَلا مُؤمِنَةٍ إِذا قَضَى اللَّهُ وَرَسولُهُ أَمرًا أَن يَكونَ لَهُمُ الخِيَرَةُ مِن أَمرِهِم ۗ وَمَن يَعصِ اللَّهَ وَرَسولَهُ فَقَد ضَلَّ ضَلٰلًا مُبينًا

” Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi per em puan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) ten tang urusan mereka. Dan barang siapa men dur hakai Allah dan Rasul Nya maka sung guh lah dia telah sesat, sesat yang nyata” [Al-Ahzab : 36]

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mem bacakan ayat ter sebut kepada Zainab, maka ber katalah Zainab : “Ya Rasulullah ! apakah eng kau ridha ia men jadi suamiku ?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam men jawab : “Ya”, maka Zainab ber kata : “Jika demikian aku tidak akan men dur hakai Allah dan Rasul Nya, lalu akupun menikah dengan Zaid”.

Demikianlah Zainab binti Jahsiy menyetujui per in tah Allah dan Rasul Nya, dan hanyalah keadaan nya tidak setuju pada awal kalinya, lan taran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah menawarkan dan ber musyawarah dengan nya. Maka tat kala turun wahyu, per karanya bukan hanya per kara nikah atau meminang, setuju atau tidak setuju, tetapi (setelah turun­nya wahyu), per karanya ber ubah men jadi ketaatan atau ber mak siat kepada Allah dan RasulNya.

Tidak ada jalan lain didepan Zainab binti Jahsiy Radhiyallahu ‘anha (semoga Allah meridhainya), melainkan harus men­dengar dan taat kepada Allah dan Rasul Nya, dan kalau tidak taat maka ber arti telah dur haka kepada Allah dan Rasul Nya, sedangkan Allah berfirman.

“Artinya : Dan barang siapa men dur hakai Allah dan rasul Nya maka sung guh lah dia telah sesat, sesat yang nyata” [Al-Ahzab : 36]

Demikianlah , sikap para sahabat Nabi dahulu tat kala menerima wahyu dari Allah ‘Azza wa Jalla, adapun kita (ber beda sekali), tiap pagi dan petang telinga kita men dengarkan perintah-peritah serta larangan-larangan Allah dan Rasul Nya, akan tetapi seolah-olah kita tidak men dengar kan nya sedikitpun. Dan Allah Jalla Jalaluhu telah menerangkan bahwa manusia yang paling celaka adalah manusia yang tidak dapat meng am bil man faat suatu nasehat, Allah berfirman.

فَذَكِّر إِن نَفَعَتِ الذِّكرىٰ ﴿٩﴾ سَيَذَّكَّرُ مَن يَخشىٰ ﴿١٠﴾ وَيَتَجَنَّبُهَا الأَشقَى ﴿١١﴾ الَّذى يَصلَى النّارَ الكُبرىٰ ﴿١٢﴾ ثُمَّ لا يَموتُ فيها وَلا يَحيىٰ .١٣

” Oleh sebab itu ber ikanlah per ingatan karena per ingatan itu ber man faat, orang yang takut (kepada Allah) akan men dapat pelajaran, orang-orang yang celaka (kafir) akan men jauhinya. (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka). Kemudian dia tidak mati di dalam nya dan tidak (pula) hidup” [Al-A’la : 9–13]

Dan Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan keadaan orang munafik tat kala mereka hadir dalam majelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka hadir dengan hati yang lalai.

وَإِذا رَأَيتَهُم تُعجِبُكَ أَجسامُهُم ۖ وَإِن يَقولوا تَسمَع لِقَولِهِم ۖ كَأَنَّهُم خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ ۖ يَحسَبونَ كُلَّ صَيحَةٍ عَلَيهِم ۚ هُمُ العَدُوُّ فَاحذَرهُم ۚ قٰتَلَهُمُ اللَّهُ ۖ أَنّىٰ يُؤفَكونَ

” Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka men jadikan kamu kagum. Dan jika mereka ber kata kamu men dengarkan per kataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang ter san dar. Mereka meng ira bahwa tiap-tiap ter­iakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenar nya), maka was padalah ter hadap mereka ; semoga Allah mem binasakan mereka. Bagaimanakah mereka sam pai dipalingkan (dari kebenaran)?” [Al-Munafiqun : 4]

Lalu tat kala bubar dari majelis, mereka tidak memahami sedikitpun, Allah berfirman.

وَمِنهُم مَن يَستَمِعُ إِلَيكَ حَتّىٰ إِذا خَرَجوا مِن عِندِكَ قالوا لِلَّذينَ أوتُوا العِلمَ ماذا قالَ ءانِفًا ۚ أُولٰئِكَ الَّذينَ طَبَعَ اللَّهُ عَلىٰ قُلوبِهِم وَاتَّبَعوا أَهواءَهُم

“Dan di antara mereka ada orang yang men dengarkan per kataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu mereka ber kata kepada orang yang lebih diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi) : ‘Apakah yang dikatakan tadi ?’ Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan meng ikuti hawa nafsu mereka” [Muham mad : 16]

Takut lah ter hadap diri-diri kalian ! (wahai hamba Allah), dari keadaan yang ter jadi pada orang-orang munafik, ber usaha dan ber semangat lah untuk ber sikap seba gaimana para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketahuilah ! seba gaimana Allah ‘Azza wa Jalla telah men cela orang-orang yang ber paling dan lalai, sung guh Allah ‘Azza wa Jalla memuji orang-orang yang men dengarkan per kataan lalu memahami seperti yang dimak sud oleh Allah ‘Azza wa Jalla, lalu meng amal kan nya, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman.

وَالَّذينَ اجتَنَبُوا الطّٰغوتَ أَن يَعبُدوها وَأَنابوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ البُشرىٰ ۚ فَبَشِّر عِبادِ ﴿١٧﴾ الَّذينَ يَستَمِعونَ القَولَ فَيَتَّبِعونَ أَحسَنَهُ ۚ أُولٰئِكَ الَّذينَ هَدىٰهُمُ اللَّهُ ۖ وَأُولٰئِكَ هُم أُولُوا الأَلبٰبِ .١٨

“Sebab itu sam paikanlah berita itu kepada hamba-hambaKu, yang men dengarkan per kataan lalu meng ikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petun juk dan mereka itulah orang-orang yang mem punyai akal” [Az-Zumar : 17–18]

Ketahuilah wahai hamba Allah yang mus lim, bahwa tidak ada pilihan bagi kalian ter hadap per in tah Allah yang diperin­tahkan kepadamu ! tidak ada lagi pilihan bagimu ! baik eng kau ker jakan ataupun tidak.

Tidak ada lagi pilihan bagimu ter hadap larangan Allah ‘Azza wa Jalla yang eng kau dilarang darinya ! baik eng kau ting galkan ataupun tidak ! Eng kau dan apa yang eng kau miliki semuanya adalah milik Allah ‘Azza wa Jalla eng kau hamba Allah, dan Allah ‘Azza wa Jalla adalah tuanmu. Bagi seorang hamba, hen dak nya men camkan dalam dirinya untuk men dengar dan taat kepada per in tah tuan nya, sekalipun per in tah itu nam pak berat atas dirinya. Dan kalau tidak taat, tentu akan men dapatkan murka dari majikannya.

Dan Allah ‘Azza wa Jalla telah meniadakan keimanan dari orang-orang yang tidak ridha dengan hukum Nya dan tidak tun duk kepada Rasul Nya dan per in tah Rasul Nya, Allah berfirman.

“Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi per em puan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) ten tang urusan mereka. Dan barang siapa men dur hakai Allah dan Rasul Nya maka sung guh lah dia telah sesat, sesat yang nayata” [Al-Ahzab : 36]

Sesudah itu, hen daklah anda (wahai para pem baca yang mulia) ber sama dengan saya mem per hatikan per ban dingan ini :

Kita tadi telah meng atakan : Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi ke Zainab binti Jahsiy Radhiyallahu ‘anha untuk meminang nya bagi Zaid bi Haritsah. Awal nya Zainab menolak, karena pinangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya ber sifat menolong semata, (bukan per in tah). Maka tat kala turun ayat, ber ubah lah per karanya men jadi per­in tah untuk taat (kepada Allah dan RasulNya).

Tidak ada keleluasaan bagi zainab binti Jahsiy sesudah turun nya ayat itu, kecuali (harus) men dengar dan taat. Dan kalaulah per karanya hanya menolong semata, tentu Zainab binti Jahsiy ber hak menolak (jika tidak setuju), karena seorang wanita ber hak memilih calon suami, seba gaimana lelaki memilih calon istri, dan inilah yang ter jadi pada kisah Barirah :

Dan kisah nya Barirah adalah seba gaimana diriwayatkan Imam Bukhari : “Bahwa ‘Aisyah Ummul Mu’minin Radhiyallahu ‘anha mem beli seorang budak ber nama Barirah, lalu ‘Aisyah memerdekakan nya. Barirah ini mem punyai suami ber nama Mughis (dan ia juga seorang budak). Maka tat kala dimerdekakan Barirah mem punyai hak untuk memilih, apakah ia tetap ber dam pingan dengan suaminya (yang seorang budak), atau ber cerai. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mem­berikan pilihan baginya. Ter nyata Barirah memilih untuk ber cerai dengan suaminya.

Adapun suaminya, sung guh sangat men cin tainya dengan kecin taan yang sangat. Hingga tat kala Barirah memilih ber cerai dengan nya, ia berjalan-jalan di belakang Barirah di kampung-kampung kota Madinah dalam keadaan menangis. Maka tat­kala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat keadaan nya itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ber kata kepada paman beliau Abbas : “Tidak kah eng kau heran ter hadap kecin taan Mughis kepada Barirah ? sedang Barirah tidak menyukai Mughis ?” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ber kata kepada Barirah : “Wahai Barirah, meng apa eng­kau tidak kem bali kepada sumimu?” sesung guh nya ia adalah suamimu dan ayah dari anak-anakmu!” Maka Barirah ber­kata : “Wahai Rasulullah, apakah eng kau memerin tah atau hanya meng ajurkan saja ?”

Allahu Akbar !! per hatikanlah wahai para pem baca per tanyaan Barirah ini !! Wahai Rasulullah, apakah eng kau memerin tah ? Sehingga aku tidak ber hak menyelisihi per in tahmu ? atau eng kau hanya meng an jurkan saja sehingga aku boleh ber pen­dapat dengan pikiranku? Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ber sabda : “Aku hanya meng ajurkan saja !”. Barirah ber­kata : “Aku tidak mem butuhkan suamiku lagi !!”

Disini kami ber kata : “Per tama kali Zainab binti Jahsiy menolak untuk menikah dengan Zaid bin Haritsah, karena masalah­nya hanyalah anjuran semata, maka tat kala turun wahyu per karanya ber ubah men jadi ketaatan atau maksiat.

Zainab binti Jahsiy ber kata : “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apakah eng kau meridhai aku menikah dengan nya ?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam men jawab : “Ya”. Jika demikian aku tidak akan men dur hakai Allah dan RasulNya.

Dan juga ter hadap Barirah, tat kala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan agar ia kem bali kepada suaminya, ayah dari anak-anaknya yang tidak dapat ber sabar untuk ber pisah dengan nya, Barirah meminta pen jelasan : “Apakah eng kau menyuruhku wahai Rasulullah ?” Sehingga tidak ada keleluasaan bagiku kecuali harus men dengar dan taat ? Maka tat kala Rasulullah ber sabda : “Aku hanya meng an jurkan” ber katalah Barirah : “Aku tidak mem butuh kan nya lagi”.

Demikianlah adab para Sahabat ter hadap Allah dan Rasul nya, serta ber agama karena Allah dan Rasul Nya dengan sikap men dengar dan taat, maka Allah meng uasakan kepada mereka dunia ini, dan masuklah manusia ditangan mereka kepada agama Allah secara berbondong-bondong. Adapun kita, tat kala tidak ber adab kepada Allah dan Rasul Nya, kita bim­bang dan menimbang-nimbang antara per in tah dan larangan-laranganNya (kita ker jakan atau tidak kita ker jakan), maka jadilah keadaan kita ini seba gaimana yang kita sak sikan saat ini, maka demi Allah, kepadaNya-lah kalian mohon per­tolongan, wahai kaum muslimin !

وَأَنيبوا إِلىٰ رَبِّكُم وَأَسلِموا لَهُ مِن قَبلِ أَن يَأتِيَكُمُ العَذابُ ثُمَّ لا تُنصَرونَ

“Dan kem balilah kamu kepada Tuhanmu, dan ber serah dirilah kepadaNya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)” [Az-Zumar : 54]

وَتوبوا إِلَى اللَّهِ جَميعًا أَيُّهَ المُؤمِنونَ لَعَلَّكُم تُفلِحونَ

“Artinya : Dan ber taubat lah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang ber iman supaya kamu ber un tung” [An-Nuur : 31]


[Disalin dari Majalah Adz-Dzkhiirah Al-Islamiyah Edisi : Th. 1/No. 04/ 2003 — 1424H, Diter bitkan : Ma’had Ali Al-Irsyad surabaya. Alamat Redaksi Per pus takaan Bahasa Arab Ma’had Ali Al-Irsyad, Jl Sultan Iskan dar Muda 46 Surabaya]


0 komentar:

About

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More